Selasa, 03 Juli 2012

PSIKOLOGI ABNORMAL


Anti Sosial

 Gangguan kepribadian Antisosial sering disebut psikopat atau sosiopat dan sering dikatakan dengan penyalahgunaan obat dan prilaku kriminal. Penderita gangguan ini sering telah menampakkan gejala pada usia sebelum 15 tahun.
Tanda-tanda gangguan Antisosial
·         Bersikap tidak peduli dengan perasaan orang lain, kacau, sadistik dan ugal-ugalan
·         Sikap yang amat tidak bertanggung jawab dan menetap dan tidak peduli terhadap norma, peraturan, dan kewajiban sosial
·         Tidak mampu untuk mempertahankan hubungan agar berlangsung lama, meskipun tidak ada kesulitan untuk mengembangkannya
·         Mudah frustasi dan bertindak agresif, termasuk tindak kekerasan
·         Tidak mampu untuk menerima kesalahan dan belajar dari pengalaman , terutama dari hukuman
·         Sangat cenderung untuk menyalahkan orang lain, atau menawarkan rasionalisasi yang dapat diterima, untuk perilaku yang telah membawa  penderita dalam konflik sosial

Psikodinamika Antisosial
Penyebab gangguan ni selalu dimulai dengan tidak adanya cinta orangtua yang akan mengarahkan pada tidak adanya kepercayaan, kemudian menjadi gejala antisocial yang melalui suatu proses pembelajaran. Pada penderita ini ditemukan tingkat kecemasan yang rendah, sehingga mereka lebih berani mengambil resiko dan sesuatu yang menggetarkan.
Pengobatan Antisosial
Walau sudah mencoba dengan terapi tetap saja hingga saat ini tidak ada atau sedikit hasilnya.

PSIKOLOGI


Terapi Kognitif Efektif Atasi Masalah Psikologis


Galau Bisa Menyebabkan Gangguan Kejiwaan
Ilustrasi (stock.xchg)
Amerika Serikat, Psikologi Zone – Terapi kognitif banyak digunakan oleh psikolog dan penyedia layanan kesehatan mental lain untuk membantu pasien yang mengalami masalah psikologis. Jenis teknik yang digunakan akan tergantung pada rencana diagnosis, tingkat keparahan, dan jenis pengobatan.
“Salah satu teknik yang paling menonjol adalah terapi kognitif perilaku (cognitive behavior therapy),” kata Martin Manosevitz, Ph.D., psikolog klinis di Aspen, Amerika Serikat, Selasa (8/5).
Ia mengatakan, terapi kognitif telah digunakan pada pasien dengan ketergantungan, kecemasan, dan depresi. Banyak gangguan psikologis lainnya yang juga efektif menggunakan terapi kognitif ini.
“Prinsip utama dari terapi kognitif adalah fokus pada kemampuan pasien untuk mengembangkan cara berpikir melalui cognitive styles,” tambahnya.
Menurut psikolog yang membuka praktek di Aspen ini, tujuan utama dari terapi perilaku kognitif adalah mengajarkan pada pasien bagaimana menerapkan pola pikir dan perilaku yang tepat, sehingga dapat membantu mereka membuang pemikiran yang menyimpang dan perilaku tidak adaptif.
“Melalui pola pikir tersebut, pasien dapat mengurangi kecemasan dan menyebabkan perilaku lebih adaptif, dengan demikian perasaan akan lebih positif tentang diri mereka sendiri.” paparnya.
Terapi ini bisa membantu selain memberikan obat penenang pada pasien. “Obat tidak mengubah gaya kognitif dan lamanya pola pikir. Hanya dengan terapi kognitif dapat mendistorsi pola pikir yang kurang adaptif menjadi lebih adaptif,” tutup kolumnis di aspen daily news ini.

PSIKOLOGI


Psikopat Memiliki Struktur Otak yang Berbeda


Psikopat Memiliki Struktur Otak yang Berbeda
Ilustrasi (stock.xchg)
Inggris, Psikologi Zone – Para ilmuwan menemukan bahwa otak psikopat yang divonis sebagai pelaku pembunuhan, pemerkosaan dan tindak kekerasan terbukti memiliki struktur otak yang berbeda.
Pernyataan ini merupakan hasil sebuah studi dari para peneliti di King’s College London’s Institute of Psychiatry.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa psikopat memiliki sedikit lapisan tipis yang disebut dengan cerebral cortex atau grey matter yang berwarna abu-abu pada otak mereka. Lapisan otak ini merupakan pusat sarat yang dapat mengendalikan perhatian, ingatan, pertimbangan, persepsi, kesadaran dan bahasa.
Menurut penelitian yang dipublikasikan oleh kantor berita Reuters, para peneliti mengatakan, area otak tersebut sangat penting bagi seseorang untuk memahami keinginan dan emosi orang lain.
Cara untuk mengetahui perbedaan ini, peneliti menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI), sebuah alat pemindai otak yang dilakukan pada 44 laki-laki dewasa pelaku tindak kekerasan di Inggris.
Mereka juga didiagnosis memiliki gangguan kepribadianSuatu pola tertentu yang mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. -Redaksi anti-sosial (Anti-Social Personality Disorders/ASPD). Terdapat 17 orang yang divonis melakukan tindak pemerkosa, pembunuhan dan penyiksaan memiliki diagnosis penyakit ASPD dan psikopat.
Nigel Blackwood, pemimpin dalam studi ini mengatakan, ada perbedaan pola tindak kejahatan yang dilakukan oleh ASPD dan psikopat dibanding orang biasa, tentu penanganan juga akan berbeda dan terpisah.
“Kami menggambarkan mereka yang bukan psikopat sebagai ‘kepala panas’ dan psikopat sebagai ‘hati dingin’,” jelas Blackwood.
Menurutnya, psikopat lebih awal untuk memulai penyerangan dengan daya jangkau lebih luas dan intens. Mereka memiliki respon yang kurang baik saat penyembuhan dibandingkan dengan kelompok “kepala panas”.

PSIKOLOGI ANAK

Kemampuan Sosial Bantu Anak Beradaptasi


Kenalkan Bahasa Inggris Sejak Usia 1-6 Tahun
Ilustrasi (stock.xchg)
Jakarta, Psikologi Zone – Orang tua perlu untuk untuk membangun kompetensi sosial anak, mereka harus mulai membangun kecerdasan sosial sejak dini. Anak harus mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar mereka, menjalin hubungan emosional dan juga mendapatkan nutrisi yang seimbang.
Mengapa kemampuan sosial sangat penting? menurut Psikolog dan Direktur Personal Growth, Counseling & Development Centre, Jakarta, Ratih Ibrahim mengatakan, bila anak tidak dapat mencatat kompetensi sosial minimal usia enam tahun, maka sebagian besar anak-anak akan mengalami masalah saat dewasa dalam bidang tertentu.
“Hasil berbagai penelitian yang dilakukan dalam rentang waktu tahun 1990-2000 menunjukkan bahwa adaptasi sosial dan emosional anak jangka panjang, perkembangan akademik dan kognitifnya, dan kehidupannya,” paparnya belum lama ini.
Berbagai hasil studi tersebut menunjukkan betapa pentingnya perkembangan sosio-emosional anak saat mereka masih
dalam tahap pertumbuhan. Kemampuan sosial akan makin berkembang bila mereka ikut berpartisipasi aktif, bukan hanya mengamati dan merasakan pengaruh orang dewasa di sekitarnya.
“Jangan lupa bahwa orangtua merupakan role-model, dan anak dapat belajar untuk meniru sikap orang tua tersebut dengan lingkungan sosialnya. Mari para orangtua di Indonesia, kita bersama-sama mewujudkan dan mencetak anak yang life-ready di masa depannya, agar mereka mampu menjalani segala tantangan dunia,” jelasnya.


PSIKOLOGI

Genius dan Gangguan Jiwa Tidak Jauh Berbeda

Isaac Newton (wikipedia.org)
Amerika Serikat, Psikologi Zone – Banyak tokoh dunia yang dikenal dengan kejeniusannya, namun justru mengalami gangguan kejiwaan. Kondisi semacam ini membuat banyak orang mengira bahwa jenius dan sakit jiwa tidak jauh berbeda. Sebuah penelitian baru menemukan bahwa kedua hal tersebut memang terkait.
Dasar pemikiran hubungan antara kejeniusan dengan kegilaan telah banyak menarik perhatian banyak orang sejak lama. Fakta tersebut muncul dari banyaknya tokoh jenius seperti, Isaac Newton, Ludwig van Beethoven, Edgar Allan Poe, dan John Nash, yang mengalami gangguan kejiwaan.
Hasil penelitian baru yang menyebutkan hubungan keduanya, telah dibahas dalam sebuah acara 5th annual World Science Festival pada 31 Mei di New York, Amerika Serikat.
Salah satu panelis acara tersebut adalah Kay Redfield Jamison, psikolog klinis dan profesor dari Johns Hopkins University School of Medicine. Ia mengatakan, temuan ini mendukung bahwa banyak orang jenius yang justru mengalami siksaan psikis. Kreativitas bagi mereka terkait dengan gangguan suasana hati atau bipolar.
Sebuah penelitian lain yang diterbitkan tahun 2010 di Swedia pada 700.000 orang usia 16 tahun. Penelitian ini dilakukan untuk menguji kecerdasan peserta dan menindaklanjuti apakah 10 tahun berikutnya ada kemungkinan mengalami penyakit mental.
“Mereka menemukan bahwa orang yang unggul saat mereka berusia 16 tahun empat kali lebih mungkin untuk terus mengembangkan gangguan bipolar,” ungkap Jamison, seperti dilansir Livescience, Selasa (5/6).
Gangguan bipolar merupakan merupakan perubahan suasana hati yang ekstrem, terdiri dari episode kebahagiaan (mania) dan depresi. Kemudian bagaimana siklus ini dapat menciptakan kreativitas?
“Orang-orang dengan bipolar cenderung menjadi kreatif ketika mereka keluar dari depresi berat. Ketika suasana hati membaik, kegiatan otaknya pun bergeser. Aktivitas mati di bagian bawah otak yang disebut lobus frontal dan menyala di bagian yang lebih tinggi dari lobus,” jelas James Fallon, neurobiologis dari University of California-Irvine, yang ikut menjadi panelis.
Fallon menambahkan, hebatnya, pergeseran yang sama juga terjadi saat kreativitas terjadi dengan sangat tinggi pada otak manusia.
“Ada hubungan antar sirkuit yang terjadi antara bipolar dan kreativitas,” jelas Fallon.
Namun, tidak selamanya dorongan kreativitas muncul saat setelah depresi muncul. Kondisi gangguan kejiwaan juga dapat melemahkan atau bahkan mengancam hidup seseorang.